Batasi Konsumsi Gula Garam dan Lemak
Dominannya penyakit tidak menular yang diidap masyarakat saat ini seperti stroke, penyakit jantung, diabetes, kanker dan kecelakaan mendorong masyarakat untuk mengubah pola makan, menjaga berat tubuh yang seimbang, dan melakukan pola hidup sehat. Masyarakat juga harus memahami ada beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan terkena PTM, yaitu perilaku merokok, asupan gula garam lemak (GGL) berlebih, kurangnya aktifitas fisik, kurang makan sayur dan buah, kurang aktifitas fisik, mengkonsumsi minuman beralkohol, buang air besar sembarangan dan polusi udara.
Perilaku Jajan Makanan
Masalah GGL berlebih yang dapat menjadi pemicu PTM tidak sepenuhnya disadari masyarakat dimana kecenderungan yang ada saat ini justru masyarakat lebih senang makanan jadi atau jajan di luar rumah. Padahal salah satu upaya untuk mencegah terkena PTM adalah dengan cara memperbaiki perilaku makan.
“Makan masakan keluarga itu perilaku yang baik yang bisa mengendalikan gula, garam, lemak,” ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari, pada acara Temu Media dalam rangka persiapan Hari Gizi Nasional, di Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Dijelaskan oleh Kirana, bahwa saat ini masayarakat memiiki kebiasaan makan jajanan di luar rumah yang sebenarnya menjadikan tidak bisa mengkontrol komposisi makanan yang masuk ke tubuh. Kondisi yang berbeda justru terjadi apabila mengkonsumsi makanan yang dibuat sendiri di rumah.
“Makan makanan keluarga kita tahu siapa yang masak, masak memakai apa, masak makanan apa tapi kalau yang makanan di luar kita tidak tahu yang masak siapa, yang dimasak apa,” papar Kirana.
Kirana juga berpesan agar masyarakat tidak mudah menambahkan garam apabila terhidang di atas meja makan. “Jangan biasa tambahkan garam di makanan kita jika di meja makan ada garam,” imbuhnya.
Membatasi Konsumsi Gula, Garam dan Lemak
Sementara itu Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Cut Putri Ariane, mengatakan setiap tubuh manusia memang memerlukan konsumsi gula, garam dan lemak setiap harinya. Namun ada batasan yang tidak boleh dilewati untuk mengkonsumsi GGL tersebut agar tidak terkena PTM. “Kita tetap butuh gula garam lemak tetapi tidak berlebih, kalau kita takar; gula jangan lebih dari 4 sendok makan yang setara dengan 50 gram per hari itu sudah include diseluruh makanannya, garam maksimal 1 sendok teh itu setara dengan 2 gram per hari sudah include untuk seluruh makanan dan lemak tidak lebih dari 5 sendok makan yang setara dengan 67 gram,” jelas Cut.
Lebih lanjut Cut menyatakan untuk mencegah terkena resiko PTM, selain membatasi konsumsi GGL juga disarankan untuk melakukan cek tekanan darah, cek gula darah dan mengukur indeks masa tubuh (IMT). Pengukuran IMT sendiri juga berguna untuk mengetahui apakah seseorang terkena obesitas atau tidak. Sebagai catatan Indikator obesitas pada dewasa yaitu pada orang dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 27,0. Di mana IMT normal berada pada angka 18,5 sampai 22,9. IMT sendiri diperoleh dari menghitung berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter.
“Yang paling gampang untuk mengukur obesitas dengan mengukur lingkar perut wanita jangan lebih dari 80 cm, kemudian laki-laki tidak lebih dari 90 cm. Jika lingkar perut berlebih maka disarankan untuk bergerak, untuk bergerak yang disarankan minimal 10 ribu langkah kaki per hari,” seru Cut.
Peran Pelaku Industri
Sementara perwakilan dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), dr. Arum Atmawirata, menyebutkan upaya pengendalian konsumsi GGL berlebih tidak hanya harus dilakukan oleh pemerintah namun juga harus dilakukan oleh sektor lain dalam hal ini sektor perdangangan, perindustrian dan pengusaha industri makanan.
“Makanan pada anak sekarang itu tinggi gula, tinggi garam, tinggi lemak dan itu tidak bisa diselesaikan oleh sektor kesehatan saja tetapi juga perdagangan, perindustrian,” sebut Arum.
Ditambahkan oleh Direktur Pengendalian PTM Kemenkes, bahwa aturan untuk mencantumkan kandungan serta konsumsi bahan makanan pada suatu makanan sudah ada. Namun sejauh ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh para pelaku industri makanan maupun minuman.
“Kita harapkan nantinya masayarakat akan melihat apa yang ada dalam satu kandungan makanan kemasan, untuk itu kita harapkan peran dari industri untuk mencantumkan, juga Badan POM sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat bagi industri makanan,” tutup Cut.
(Sumber : Mediakom, Penulis: Didit Tri Kertapati, Editor : Prima Restri)